result

Tampilkan postingan dengan label islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label islam. Tampilkan semua postingan

rahasia mata uang dollar amerika

Category: By xvandal
Penulis Bukan Saya



Dec 21, ‘07 4:54 AM
for everyone

tragedi 911 (September 11) dimana gedung kembar WTC di New York runtuh ditabrak oleh dua buah pesawat, dan markas pertahanan keamanan militer Amerika, Pentagon juga rusak ditabrak pesawat. Tapi benarkah begitu? Begitu mudahnya bangunan-bangunan kokoh berkonstruksi baja itu dapat tumbang? Memang ada perhitungan teori fisika yang membuat hal itu mustahil terjadi. Tapi saya tidak akan menjelaskan hal itu saat ini. Sekarang kita bahas saja hal yang lebih tidak masuk akal daripada itu.

Amerika Serikat berdiri kurang lebih 450 tahun yang lalu. Dimana saat itu ditetapkannya pula mata uang Amerika Serikat yang berwarna hijau itu. Dan sejak 450 tahun yang lalu pula mata uang Amerika tidak pernah direvisi.

Sekarang coba kita telaah mata uang yang sejak 450 tahun yang lalu itu belum berubah bentuknya.

Dimulai dari uang 20 Dolar.

Ini uang 20 Dolar Amerika.

Sekarang kita coba lipat. (Ingat bahwa mata uang ini belum pernah dirubah sejak 450 tahun yang lalu)

(Kalau ada yang membawa uang 20 Dolar Amerika, boleh dicoba.)

Sekarang kita coba lipat lagi. (Sekali lagi saya ingatkan bahwa mata uang ini belum pernah dirubah sejak 450 tahun yang lalu.)

Sekarang kita lipat lagi seperti ini. (Kita bukan sedang belajar membuat origami ya!)

Kalau sudah…sekarang lipat lagi seperti dibawah ini, dan lihat hasilnya..maksudnya lihat gambar yang dilingkari ini.

Nah loh! Apakah itu???

Itu adalah gambar Pentagon setelah ditabrak pesawat. Lihat gambar gedung yang berasap itu!

Kalau masih belum percaya, akan saya perjelas lagi.

Nah! Sama kan??

Untuk kali ini terbukti bahwa uang 20 Dolar Amerika menyimpan rahasia tentang konspirasi penghancuran Pentagon. (oleh siapa? Mata uang ini kan punya Amerika sendiri??)

(Sekali lagi saya ingatkan bahwa mata uang ini belum pernah dirubah sejak 450 tahun yang lalu)

Cukup untuk pesan terselubung Pentagonnya. Sekarang kita ke New York dengan 20 Dolar yang setengah kusut ini, untuk melihat ada apa di sana.

Masih di 20 Dolar Amerika yang belum pernah dirubah sejak 450 tahun yang lalu.

Sekarang kita pakai sisi lain dari uang 20 Dolar ini.

Langsung saja lipat seperti gambar di bawah ya! (Ikuti instruksi!)

Langsung saja kita lihat hasil karya lipatan kita…

Nah loh! Kok begini???

Sepertinya saya kenal gedung itu!

Ya, benar sekali…itu adalah gedung kembar WTC New York yang sekarang tinggal kenangan itu.

Masih belum percaya?? Lihat ini!

(Ingat bahwa mata uang ini belum pernah dirubah sejak 450 tahun yang lalu)

Bagian sebelah kiri ditabrak oleh Flight 175 dari United Airlines yang meluncur dari sebelah kanan gedung. Sementara bagian sebelah kanan ditabrak oleh Flight 11 yang dimiliki American Airlines yang meluncur dari sebelah kiri. Lihat tulisan di kanan dan di kiri uang, yang lengkapnya adalah The United State of America. (Lho? Memangnya 450 tahun yang lalu kedua perusahaan penerbangan itu sudah ada? Jawabannya, tentu saja belum. Bahkan ke 2 gedung itu -pentagon dan WTC- bahkan belum dibangun.)

Sekarang kita bahas bagian yang paling aneh dari 20 Dolar kita ini.

Lihat baik-baik gambar ini!

Nah loh! Sudahkan 450 tahun yang lalu OSAMA BIN LADEN lahir??

(Jangankan OSAMA, Buyutnya Kakek Buyutnya saja belum lahir.)

Untuk rahasia dibalik 20 Dolar ini, bisa ditemukannya dari kode :

911 (September 11) >> 9 + 11 = 20

Jadinya 20 Dolar!

Cukup untuk 20 Dolar, karena sudah kusut kita lipat-lipat sekarang kita tukarkan uangnya dengan sebuah 5 Dolar dan sebuah 10 Dolar. Lihat ini!

Dalam 5 Dolar Amerika yang belum pernah dirubah sejak 450 tahun yang lalu juga terdapat rahasia penghancuran WTC New York.

Sekarang kita lihat uang 10 Dolar kita!

Gedung pertama WTC yang sudah berasap.

Belum puas?? Lagi??

Sekarang kita pinjam uang 50 Dolar dari tetangga saya.

Ini WTC saat bangunannya runtuh.

Mau lagi?? Kita pinjam lagi 100 Dolar sama tetangga saya yang tadi.

Lho?? Apa ini??

Ini asap gambar asap dari WTC yang telah runtuh.

Detail sekali mereka membuat pesan terselubung ini!

Sampai-sampai gambar asapnya saja tidak lupa dibuat.

Sudah cukup melipat-lipatnya, kalau terlalu kusut nilai dolar yang kita punya jatuh.

Tahukah kamu siapa yang membuat pesan terselubung ini???

Jawabannya ada di uang 1 Dolar! (Lagi-lagi uang!)

Lihat ini!!

Coba lihat 2 lambang yang ada di dalam 2 lingkaran itu!!

Nah loh!!! Ini lambang ILLUMINATI, yaitu organisasi super rahasia milik YAHUDI.

Lihat lambang MATA HORUS dan TULISAN “NOVUS ORDO SECLOHUM” yang artinya “NEW WORLD ORDER” atau “TATA DUNIA BARU”

Nah loh!! Mau di jadikan apa kita sama orang-orang ZIONIS Yahudi itu??

Terus lihat yang ini!! Lambang bintang-bintang yang ada di atas kepala burung itu!

Bintang-bintang itu membentuk suatu lambang, yaitu lambang “DAVID STAR” lambang kebanggaan YAHUDI.

Oh iya, untuk diketahui nomor pesawat Flight 11 yang menabrak WTC adalah :

Q33NY

Coba di copy paste nomor ini ke OFFICE WORD dan diblok lalu ubah font-nya ke wingdings.

Nanti hasilnya seperti ini…

Q33NY

Artinya PESAWAT >> MENABRAK 2 GEDUNG >> KORBAN BERJATUHAN >>> DAN PELAKUNYA ADALAH Y (Kalian pasti tidak asing dengan lambang ini)



 


Bukti Historis Kemajuan Peradaban Islam

Category: By xvandal
Oleh Dr.-Ing. Fahmi Amhar
dari http://wisnusudibjo.wordpress.com/halaman-spesial/bukti-historis-kemajuan-peradaban-islam/

Sebagai sebuah mabda (ideologi), orang sering mempertanyakan sejauh mana Islam terbukti berhasil diterapkan di dunia. Hal ini karena dewasa ini umat manusia sudah sedemikian lama dilupakan dari penerapan syari’at Islam dalam kehidupan. Kalaupun ada sekelompok orang yang bercita-cita mengembalikan kehidupan Islam, maka dari kalangan yang skeptis akan muncul pertanyaan, “Islam model negara mana?” – apakah seperti Saudi, Pakistan, Malaysia, Iran, atau bahkan Taliban? Atau seperti di negara Utsmani atau Abbasi di masa lalu? Dan ketika bicara masa lalu, maka tak jarang muncul suara miring, seakan-akan masa lalu adalah masa kegelapan, yang tak perlu kita kembali lagi.

Hal ini ditunjang dari buku-buku sejarah, termasuk yang ditulis oleh sejarawan muslim yang hidup dekat dengan masa kejadian, semacam Tarikhul Umam wal Mulk (At-Thabari, wafat 839 M), Muruj Az Zahab (Al Mas’udi, wafat 956 M) hingga Tarikhul Khulafa (Imam Suyuthi, wafat 1505 M). Buku-buku ini umumnya didominasi kisah-kisah politik, misalnya intrik-intrik di tingkat elit, perebutan kekuasaan atau peperangan yang keji, yang mungkin sebagai muslim, tidak semua kisah itu pantas kita contohi. Dan memang sejarah bukan dalil syar’i.

Memang politik memiliki pengaruh yang sangat signifikan pada peristiwa-peristiwa yang lain. Namun satu hal kita perlu heran: Andaikata benar sejarah perpolitikan di era Khilafah Islam begitu kelam, bagaimana kita bisa menjelaskan capaian-capaian peradaban yang begitu mengagumkan? Dalam tulisan singkat ini, kita secara sepintas akan melihat bukti-bukti historis yang menunjukkan kemajuan peradaban Islam. Bukti-bukti ini akan mengajak kita berpikir: jangan-jangan, para penulis sejarah – termasuk dari kalangan muslim sendiri, mengalami bias dalam merekam peristiwa-peristiwa politik.

Mereka bisa mengalami bias kepentingan, karena seorang penguasa politik, umumnya ingin ditulis dalam sejarah sebagai lebih baik dari pendahulunya. Bias juga bisa muncul akibat kesulitan menseleksi sumber data – yang dalam ilmu sejarah adalah periwayatan. Semakin jauh jarak waktu antara peristiwa dan sejarawan, semakin luas daerah yang akan ditulis, dan semakin banyak orang yang terlibat, akan semakin sulit untuk dipilih mana riwayat yang akurat dan mana yang tidak. Jangankan menulis seluruh peristiwa di era Khilafah yang begitu luas wilayahnya, di zaman modern saja, yang alat-alat komunikasi juga sangat canggih, berita tentang seorang selebriti saja bisa sangat bias.

Kosmopolitan

Buku-buku sejarah peradaban Islam yang paling objektifpun, semacam buku “Allah Sonne ueber dem Abendland” (= Matahari Allah di atas Dunia Barat) karya sejarawan dari Jerman Dr. Sigrid Hunke lebih sering menyebut “bangsa Arab” pada rakyat Negara Khilafah. Meski Hunke melukiskan dengan sangat rinci, bahkan menyebutkan banyak nama tokoh-tokoh ilmuwan yang secara etnis non Arab (seperti dari Persi, Turki atau Berber), atau bahkan non muslim, namun dia mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi “rakyat Negara Khilafah”, sehingga menyebutnya “bangsa Arab”.

Sesungguhnyalah, potensi bahasa Arab dan beberapa kebiasaan Arab (yang dimubahkan Rasul) sangat berperan dalam membawa ummat Islam ke zaman keemasan budayanya. Bahasa Arab yang dijadikan bahasa Al-Qur’an berkembang menjadi bahasa ijtihad, bahasa ilmiah dan bahasa komunikasi internasional antar etnis dan antar pemeluk agama yang berbeda-beda di dalam daulah Islamiyah.

Karena itu, jika kemudian –termasuk di tulisan ini- ditulis secara bergantian: “rakyat Khilafah”, “bangsa Arab” atau “ilmuwan Islam”, yang dimaksud adalah sama, yaitu warga Negara Daulah Khilafah Islamiyah, walaupun dari etnis non Arab, atau bahkan bestatus “dhimmy” (warga non muslim). Mereka semua hidup dan diatur di bawah suatu sistem Islam, yang dibangun di atas landasan aqidah Islam. Akibatnya, mereka semua bekerja demi kemuliaan Islam dan kaum muslimin secara keseluruhan. Tentu saja mayoritas dari mereka adalah muslim, namun yang menarik manfaat sistem Islam tidak hanya muslim. Islam didesain untuk menjadi rahmat seluruh alam.

Hal seperti ini sebenarnya mirip dengan kalau kita katakan “bangsa Amerika”, meski kita tahu, di sana terdiri dari berbagai etnis, ada petinju Muhammad Ali yang muslim dan negro, ada Albert Einstein yang keturunan Jerman dan Yahudi, ada Bruce Lee yang keturuan China, selain mayoritas keturunan Anglo-Saxon yang beragama Protestan. Mereka semua disatukan dan diatur oleh suatu sistem yang berdiri di atas suatu ideologi Amerika yaitu ideologi kapitalisme yang sekuler dan liberal.

Meski demikian, analogi di atas hanya untuk mempermudah pemahaman, karena realitasnya, semangat kosmopolitan di dalam Islam tidak bisa ditandingi dengan budaya atau ideologi manapun.

Secuplik Karya-karya Besar para Ilmuwan

Kadang-kadang menjelang Peringatan Hari Besar Islam, semacam Isra’ Mi’raj atau 1 Muharram, umat Islam menginginkan agar kemajuan peradaban Islam diungkap kembali. Menjelang Ramadhan, beberapa pihak juga gemar mengadakan seminar yang terkait astronomi, namun hanya terbatas soal hisab dan rukyatul hilal. Padahal astronomi Islam tidaklah sebatas jadwal sholat, arah qiblat, hisab dan rukyat, namun lebih jauh lagi menyangkut banyak aspek sains, teknologi dan industri yang dibutuhkan dalam melayani urusan umat, serta dalam dakwah dan jihad fi sabilillah. Karena itu sebagai ilustrasi bagaimana kehidupan para ilmuwan di bawah naungan syari’ah di masa itu, bisa kita ikuti kisah menarik berikut, yang dikutip dari buku “Allah Sonne ueber dem Abendland” karya Sigrid Hunke.

Musa bin Syakir, diketemukan tewas ketika sedang melakukan aktivitasnya sebagai penyamun. Dia meninggalkan tiga putera remaja. Berita kematiannya sampai ke Al-Makmun saat ia sedang meninjau Asia kecil. Segera dia memberi perintah ke pejabat di Bagdad agar mengurus anak-anak Musa (banu Musa), dan di tiap suratnya tak pernah lupa ia menanyakan keadaan anak-anak asuhnya itu.

Banu Musa diserahkan ke Yahya bin Abi Mansur untuk dididik. Yahya adalah astronom khalifah dan ketua Akademi Ilmu Pengetahuan (Baitul Hikmah) yang didirikan Al-Mansur. Saat itu di sana Al-Chawarizmi sedang menerjemahkan Siddhanta, memperbaiki tabel Ptolomeus serta menulis bukunya yang monumental, buku tentang ilmu hitung dan persamaan-persamaan matematika: Aljabarii.

Di sinilah, langsung di mata air ilmu, di antara ribuan buku-buku, peralatan yang jarang ditemui, dan di antara percakapan dan debat antar ilmuwan segala bidang, tumbuh dewasalah tiga remaja berbakat itu. Maka tak heran, bila di kemudian hari, tiga putera penyamun padang pasir Musa bin Syakir serta anak asuh amirul mukminin tumbuh menjadi mercu suar ilmu pengetahuan.

Muhammad bin Musa, yang tertua, adalah yang paling berpengaruh di antara mereka. Seorang lelaki yang gagah, negarawan yang disegani, dan menjadi kepercayaan khalifah.

Al-Makmun telah memerintahkan untuk membuatkan para astronomnya sebuah observatorium di tempat tertinggi di Bagdad, di dekat pintu masuk Syammasiya, untuk mengamati gerakan planet secara sistematis. Dengan pengamatan yang eksak, yang pada saat bersamaan juga dilakukan di Jundisyapur, dan untuk kontrol tiga tahun kemudian diulang di gunung Kasiyum dekat Damaskus, para astronom bersama-sama menyusun apa yang disebut “Tabel Makmun yang telah diverifikasi”, yang merupakan revisi total atas tabel astronomi Ptolomeus.

Dengan tabel astronomi yang teliti, orang bisa menentukan posisi suatu tempat (lintang / bujur) dengan mengukur sudut tinggi bintang tertentu pada waktu tertentu. Bintang apa pada waktu kapan akan memiliki koordinat langit di mana akan bisa dibaca atau dihitung dari tabeliii. Dengan posisi yang teliti ini, sebuah kapal bisa bernavigasi di lautan dengan akurat. Kalau dia kapal dagang, dia bisa memperhitungkan kapan dia bisa mengisi kapalnya dengan air, logistik dan barang dagangan di pelabuhan terdekat. Kalau dia kapal perang, dia akan tahu di posisi mana dia harus mewaspadai patroli atau ranjau musuh.

astrolobium

Sebuah astrolabium dari abad 12 M.

Akhirnya sampai juga saatnya Muhammad bin Musa untuk boleh ikut dalam kampanye pengukuran bumi. Dengan suatu regu astronom berangkatlah ia ke dataran Sindsyar sebelah barat Mosul. Eratosthenes telah mendapatkan besar keliling bumi untuk pertama kali dengan mengukur sudut sinar matahari.

Kini para astronom Al-Makmun mencoba metode yang lain. Berangkat dari suatu titik, satu regu bejalan ke utara, satu regu lainnya ke selatan, hingga mereka melihat bintang “keledai muda” - sebuah bintang kutub - terbit di sini, dan terbenam di sana. Dari jarak antara kedua regu pengamat ini mereka bisa menghitung panjang satu meridian, dan ini dengan ketelitian yang sangat tinggi.

Namun kemudian mulailah Muhammad bin Musa dan saudaranya membuat nama dengan pengamatan dan hitungan yang mereka lakukan sendiri. Hasil penelitian mereka tidak hanya membayang-bayangi pekerjaan Ptolomeus, namun juga astronom Khalifah yang terkenal: Mawaruzi.

“Saya temukan”, demikian kata Al-Biruni seratus lima puluh tahun kemudian, “bahwa di antara hasil penelitan-penelitan ini, orang terutama mengambil hasil dari Banu Musa, dan akhirnya mengikutinya, karena mereka telah menyerahkan segenap kekuatannya, untuk menemukan kebenaran; mereka menghabiskan hampir seluruh waktunya untuk mengembangkan metode astronomi serta kecakapan aplikasinya, dan kemudian banyak ilmuwan lain yang menyaksikan, bersedia menjamin ketelitian pengamatan mereka”.

Sementara itu Banu Musa telah meninggalkan observatorium “si tua” Yahya bin Abi Mansur. Muhammad bin Musa kini adalah seorang lelaki mandiri yang perfeksionis. Dan soal uang - tiga bersaudara itu tak perlu risauiv. Mereka kini memiliki observatorium sendiri, di dekat jembatan sungai Tigris di Bab at-Taq. Di sini Muhammad menekuni pengamatan dan perhitungannya dengan penuh dedikasi. Di sini ia mengarang karya-karya astronomi, tulisan pertama dalam bahasa Arab tentang hukum transversal yang sangat penting dalam astronomi, dan bersama saudaranya menulis tentang pengukuran pada permukaan datar dan sferis - yang oleh Gerhard von Cremona dialihkan ke bahasa Latin sebagai “Buku dari tiga bersaudara” - “Libertrium fratrum de geometrica”.

Tapi Muhammad tidak cuma seorang astronom dan matematikawan yang produktif. Dia juga sibuk dengan filsafat, terutama logika, serta menulis karya tentang “sebab-sebab pertama dunia”. Dia juga tertarik pada meteorologi dan membuat pengamatan atmosfir. Dia juga bersemangat untuk membuat berbagai konstruksi mekanik, yang merupakan batu loncatan bagi adiknya Ahmad, yang dalam tulisannya tentang “timbangan cepat” menambah pengenalan dunia antik.

Ahmad adalah seorang insinyur yang piawai dan penemu jenius di keluarga. Sebuah sumber Arab mengatakan: “Pada Ahmad terdapat bakat membuat benda-benda yang baik saudaranya sendiri –Muhammad - maupun orang-orang lain sebelumnya seperti Heron tidak pernah sampai, yang sibuk secara mendasar dengan teknik peralatan otomatis yang penuh makna”. Bukunya yang sangat tebal tentang “Konstruksi penuh makna” bahkan membuat orang Arab yang berbakat teknik pun berdecak kagum.

Inovasinya “menyulap” komponen-komponen sederhana menjadi banyak sekali peralatan yang baru dan kompleks untuk keperluan praktis, baik untuk tiap ibu rumah tangga modern, atau tiap petani; dia juga membuat permainan teknis untuk hiburan, yang hingga hari ini akan tetap membuat setiap anak-anak gembira.

  • Ada sebuah bejana yang bisa mengeluarkan sejumlah tertentu cairan, yang di antara kedua keluaran ada waktu jedav ;

  • sebuah bejana untuk mengukur berat jenis suatu cairanvi ;

  • sebuah mekanisme untuk mengisi bejana secara otomatis, segera setelah ia kosong;

  • botol, yang sesuai dengan kebutuhan bisa diisi dengan dua macam minuman, dan bisa dituangkan terpisah atau bercampurvii;

  • lampu yang sumbunya bisa keluar sendiri, atau yang minyaknya bisa menetes sendiri sehingga tidak bisa dimatikan oleh anginviii;

  • sebuah alarm, yang dipakai pada alat pengairan, yang akan memberikan tanda bila tinggi air tertentu telah tercapaiix;

  • bermacam-macam air mancur, yang pancurannya selalu menimbulkan bentuk yang berlain-lainan.

ILustrasi pengangkat air

ilustrasi mesin pengangkat air dari abad 13 M

Tentu saja Ahmad juga menunjukkan keahliannya dalam dunia astronomi. Dengan Muhammad ia membuat sebuah jam dari tembaga dengan ukuran raksasa. Muhammad menghitung variasi terbit dan terbenam dari beberapa bintang terpenting baik dalam sehari maupun setahun. Ahmad menuangkan hitungan yang sangat rumit dari kakaknya ini pada sebuah alat yang bekerja dengan sangat jenial, yang mengagumkan setiap orang. Dengan takjub dokter khalifah Ibn Rabban at-Tabari berkomentar:

“Di depan observatorium di Samara aku lihat alat yang diciptakan Muhammad dan Ahmad bin Musa, keduanya astronom dan insinyur. Alat itu berbentuk sebuah bola dan di atasnya semua gambar-gambar bintang. Alat itu digerakkan oleh tenaga air. Jika di langit yang sesungguhnya suatu bintang tenggelam, maka pada saat yang sama hilang pulalah gambarnya di alat itu, yakni terbenam di bawah suatu garis lingkaran yang menggambarkan horizon. Dan bila di langit bintang itu terbit kembali, maka demikain pula di alat itu, gambarnya muncul kembali di atas garis horizon”x

“Saudara ketiga yaitu al-Hasan”, cerita sumber Arab, “adalah besar dalam geometri. Dia sangat berbakat, dan tak seorangpun mendekati kemampuannya walaupun sedikit. Ingatannya sangat kuat, dan ia memiliki kemampuan abstraksi yang luar biasa, sehingga mampu menjawab berbagai soal, yang tak seorangpun sebelumnya bisa memecahkannya. Kadang ia begitu tenggelam dalam berpikir, sehingga dalam suatu konferensi dia bisa tidak mendengar sedikitpun”. Sementara itu bila ia sedang sibuk dengan suatu soal, terjadilah -seperti ceritanya sendiri - “aku lihat dunia di depan mataku tiba-tiba menjadi gelap, dan aku merasa seperti dalam mimpi”.

Namun tidak cuma dari risetnya, Banu Musa menjadi terkenal, melainkan juga dari jasa-jasanya bagi ilmu pengetahuan. Mereka masih relatif muda ketika muncul sebagai sponsor dunia ilmu. Dengan biaya sendiri, mereka mengirim utusan ke kekaisaran Byzantium, untuk mencari tulisan-tulisan tentang filsafat, astronomi, matematika dan kedokteran. Dengan biaya tinggi, mereka membeli karya-karya Yunani dan menaruhnya di rumahnya di Bab At-Taq di Bagdad. Di sana, dan di areal yang didapat sebagai hadiah dari Al-Mutawakkilxi di Samarra, mereka mempekerjakan satu tim penerjemah yang berasal dari berbagai negeri. Al-Makmun sendiri yang telah memerintahkan untuk mengumpulkan buku-buku kuno dan mendirikan sekolah penerjemahxii.

Namun lebih penting dari kemajuan dan penemuan dalam bidang pengamatan bintang, bahkan lebih penting dari penemuan fisika dan teknik - dan sekaligus syarat untuk prestasi di kedua bidang ini - adalah pendidikan dari “alat-alat berfikir” yang mereka ciptakan, serta secara tak langsung mereka “siapkan” untuk dunia Barat.

Bangsa Arab – maksudnya rakyat khilafah - saat itu adalah tokoh-tokoh matematika. Berlawanan dengan bangsa Romawi yang dalam bidang ini hanya membawa hasil-hasil yang sedikit, dan itupun kadang “curian”. Ketika bakat matematika yang tinggi dari bangsa Yunani lebih didominasi oleh geometri, sehingga aljabarpun mereka bungkus dengan geometri, sedang di sisi lain bangsa India murni “tukang hitung” (aritmetikawan), maka pada bangsa Arab kedua hal ini telah berhasil dikawinkan. Suatu bakat yang dimiliki oleh Hassan bin Musa.

Dengan kemampuan ini bangsa Arab membuka banyak cabang pengetahuan baru dan mengembangkannya hingga tingkat kematangan yang tidak pernah dicapai baik oleh bangsa Yunani maupun India. Karena itu “bukan bangsa Yunani, namun bangsa Arablah guru-guru matematika Rennaisance”. Dan di sini angka India sangat membantu.

Jelas, bangsa Arab amat beruntung mengenal angka India; namun juga beruntung, bahwa mereka memahami untuk menggunakannya, dan tak cuma sekedar melihat sebagai angka asing yang menarik. Di Alexandria dan Syria, orang sudah lebih dulu mengenal angka India, namun tanpa membuatnya sesuatu yang berarti. Di tangan rakyat Khilafahlah angka ini dalam waktu singkat menjadi alat yang sangat bermanfaat.

Setiap konstruksi, setiap hitungan astronomi atau fisika yang rumit, sangat tergantung pada adanya sistem bilangan yang sempurna. Dan bangsa Arab terbukti sangat bergairah dalam soal hitung menghitung. Banyak desain teknik yang tak pernah direalisasi, karena niatnya memang tidak untuk dibuat, melainkan sekedar untuk bermain hitungan. “Kegilaan” mereka pada disiplin ilmu terindah, yakni berhitung ini, membawa mereka ke soal-soal aritmetika yang bagi matematikawan besar zaman itu dianggap tidak bisa dipecahkan.

Aneh. Karena kata “aritmetika” adalah kata Yunani yang berarti “seni berbuat sesuatu dengan bilangan”. Namun bagi bangsa Yunani yang lebih berbakat spekulasi, hal itu terasa luks. Sebagai “putera mistik yang telah terdidik”, aritmetika Yunani menyibukkan diri dengan teori bilangan, symbolik, deret dan hubungan antar bilangan - namun tidak dengan hitungan yang bisa dipakai orang di pasar!xiii Aritmetika praktis seperti yang kita pahami sekarang, yang merupakan seni berhitung yang sesungguhnya, justru dimasukkan ke disiplin ilmu yang kurang diminati, yaitu logistik (tentang menata barang konsumsi).

Namun justru ini medan utama bangsa India. Mereka banyak menghasilkan karya orisinal dan bermutu. Tapi seperti apa? Apa yang bisa dipakai dari situ? Mereka tak hanya menuangkan agama dan filsafatnya dalam bentuk puisi. Bangsa lain, bahkan bangsa Arab juga seperti itu. Namun bangsa India juga menuliskan ilmu astronomi dan matematika dalam bahasa misterius yang hanya bisa dipahami kalangan Brahmana sajaxiv.

Baru bangsa Arab –sekali lagi ini adalah rakyat Khilafah-, yang berpikir cerah, praktis dan presisi, mengolah semua itu ke dunia yang jelas. Barulah lewat Al-Khawarizmi aritmetika dibuka baik untuk keperluan sehari-hari maupun dunia ilmu serta dikembangkan secara sistematis. Dengan tambahan dari matematikawan muslim selama beberapa abad, berkembanglah ia menjadi landasan aritmetika, dan nama Al-Khawarizmi diabadikan untuk menyebut “sekumpulan perintah yang logis dan runtut” - “algoritma” - yang tanpa itu dunia komputer atau informatik tak akan bisa dibayangkan xv.

Terutama aljabar, yang juga untuk pertama kalinya disusun Al-Khawarizmi ke dalam suatu sistem, bangsa Arab menjadikannya ilmu pasti. Dari aljabar Abu Kamil, Al-Biruni, Ibnu Sina dan Al-Karaji, Leonardo de Pisa menggali pengetahuannya tentang persamaan kuadratis dan kubis, yang lalu ditulis di bukunya Liber abaci.

Bangsa Arab juga menemukan hitungan dengan angka pecahan desimal (hitungan “di belakang koma”). Adalah astronom Al-Kaji yang pertama kali menuliskan angka 2 10/125 sebagai 2,08 - suatu prestasi, yang tanpa itu tentu dewasa ini baik seorang penjual susu maupun ilmuwan akan mengalami kesulitan serius, dan bahkan hitung logaritmik pun akan menjadi mustahil.

Dan hingga saat ini wajah aljabar kita ditandai oleh suatu ciri Arab: huruf x untuk tercari dalam suatu persamaan. Huruf ini, yang sering diikuti y untuk tercari kedua dan z untuk ketiga - murni urut alfabet, telah masuk ke khasanah Barat secara tersembunyi, sehingga sulit dipercaya bahwa ia berasal dari Arab, apalagi di alfabet Arab tak ada huruf x. Sesungguhnyalah, “benda” yang dicari itu dalam bahasa Arab disebut “syai”, atau disingkat “sy” (huruf syin). Bunyi huruf ini dalam bahasa Spanyol kunoxvi ditulis dengan huruf x. Maka belajarlah kita, paling lambat di SMP, dengan “benda” Arab yang diberi pakaian Spanyol.

Tujuh ratus tahun sebelum orang Inggris Newton dan orang Jerman Leibniz, dua ilmuwan sudah memikirkan hitung diferensial. Mereka adalah seorang dokter dan filosof Ibnu Sina (980-1037) alias Avicenna, serta teolog Al-Ghazali (1053-1111) alias Algazel. Ibnu Sina yang pada usia sepuluh belajar aritmetika India pada seorang pedagang arang, tumbuh menjadi matematikawan dan astronom yang sangat produktif dan kreatif. Dia memperkaya seluruh cabang ilmu pengetahuan, “yang sebelumnya tak ada orang yang sampai ke sana”. Di antaranya dia mengungkapkan adanya problem besaran yang tak terhingga kecil, baik dalam agama maupun fisika dan matematika, suatu hal yang pada abad-17 mengantarkan Newton dan Leibniz pada infinitesimal, dan kemudian membentuk ilmu Calculus.

bab mata dalam kitabnya ibnu sina

Bab Mata, dalam kitab At-Thib, karya Ibnu Sina

Al-Farabi (870-950), yang sering dijuluki “guru kedua setelah Aristoteles” adalah filosof dan matematikawan terkemuka serta musisi jempolan. Dia terkenal akan ide-idenya serta debatnya yang selalu berhasil dengan para ilmuwan di Damaskus, yang dengan ini bisa menghibur para pemuka masyarakatxvii. Dia juga terkenal akan kuliah-kuliah musiknya tentang Canun, suatu jenis Harfa yang ia temukan, yang dengan itu publikumnya yang panas bisa ditenangkan, dan pendengar yang capai bisa disegarkan. Kesibukannya dengan teori musik, akord dan interval membawanya ke ide logaritmaxviii, yang ia tulis dalam bukunya “Elemen-elemen seni musik”.

Demikianlah cuplikan buku Hunke yang secara objektif mengungkap kembali berita-berita dari orang Barat di masa keemasan Islam.

Berita-berita ini bisa di-uji-silang dengan benda-benda sejarah yang disimpan di museum, atau juga dengan bangunan-bangunan fisik, yang sampai hari ini masih bisa disaksikan. Di berbagai museum besar dunia Islam, terutama di Cairo, Damaskus, Bagdad dan Istanbul, benda-benda seperti dokumen penting negara, senjata, hingga alat-alat ilmu pengetahuan masih bisa disaksikan. Hanya saja untuk Bagdad, serbuan tentara Amerika ke Iraq baru-baru ini telah ikut memusnahkan bukti historis yang tak ternilai ini. Sebagian benda sejarah ini juga barangkali akan diangkut ke museum-museum di Barat, seperti di Leiden (Belanda), Paris atau New York, sebagaimana juga sudah berkali-kali terjadi selama ini.

Dokumentasi tertulis

Dokumen tertulis ini meliputi surat-surat keputusan pemerintah (yang juga disebut “Lembaran Negara”), surat-menyurat dengan pemerintah asing, dokumen pertanahan – termasuk peta, manuskrip ilmiah, hingga risalah di suatu sidang pengadilan.

Dokumen ini tersimpan di museum-museum atau bekas istana pemerintahan-pemerintahan Islam di seluruh dunia. Bahkan di sebagian besar istana kesultanan-kesultanan di Indonesiapun tersimpan dokumen serupa, misalnya di Aceh, Banten, Cirebon, Makassar, hingga Ternate. Namun ada dua kendala untuk memahami dokumen tersebut: (1) keberadaan dokumen ini sebagai bukti sejarah sering tidak disadari, sehingga dokumen tidak terawat baik. (2) dokumen itu sering ditulis dalam bahasa dan alfabet lokal, yang saat ini sudah jarang dipakai. Sebagai contoh, dokumen kesultanan Mataram ditulis dalam bahasa Jawa kuno dan berhuruf Jawa atau Arab Pegon (Arab Melayu). Sedang dokumen di Istanbul, meski dalam huruf Arab, namun bahasa yang dipakai adalah bahasa campuran Arab, Persi dan Turki.

Sebagian dokumen itu sudah ditransliterasi atau diterjemahkan. Sebagian besar justru oleh para peneliti Barat. Sebagian hasilnya dibuka untuk publik di museum atau diterbitkan sebagai buku.

Di Aya Sofia, museum di Istanbul yang sebelumnya masjid, dan sebelumnya lagi katedral, dipamerkan surat-surat khalifah (“Usmans Fermans”) yang menunjukkan kehebatan Khilafah Utsmaniyah dalam memberi jaminan, perlindungan dan kemakmuran kepada warganya maupun kepada orang asing pencari suaka, tanpa pandang agama mereka.

Yang tertua adalah sertifikat tanah yang diberikan tahun 925 H (1519 M) kepada para pengungsi Yahudi yang lari dari kekejaman Inquisisi Spanyol pasca jatuhnya pemerintahan Islam Andalusia.

Kemudian surat ucapan terima kasih dari Pemerintah Amerika Serikat atas bantuan pangan yang dikirim Khalifah ke Amerika Serikat yang sedang dilanda kelaparan (pasca perang dengan Inggris), abad 18.

Lalu surat jaminan perlindungan kepada Raja Swedia yang diusir tentara Rusia dan mencari eksil ke Khalifah, 30 Jumadil Awal 1121 H (7 Agustus 1709).

Surat tertanggal 13 Rabiul Akhir 1282 H (5 September 1865 M) yang memberi ijin dan ongkos kepada 30 keluarga Yunani yang telah beremigrasi ke Rusia namun ingin kembali ke wilayah Khilafah, karena di Rusia mereka justru tidak sejahtera.

Yang paling mutakhir adalah peraturan yang bebas cukai barang bawaan orang-orang Rusia yang mencari eksil ke wilayah Utsmaniy pasca revolusi Bolschewik. Tertanggal 25 Desember 1920.

Di Aya Sofia dipamerkan sekitar 100 sampel surat-surat yang menakjubkan, baik yang ditujukan kepada Khalifah maupun yang dikeluarkan oleh Khalifah. Sayangnya, yang ditonjolkan adalah bahwa semua itu seakan-akan merupakan bukti kehebatan bangsa Turki di masa lalu, bukan terpancar dari aqidah dan syari’ah Islam atau Daulah Khilafah.

ustman ferman

Salah satu “Usmans Fermans”

Di Ankara, ibu kota Turki sekarang, terdapat Pusat Arsip Pertanahan. Pada 1416 Sultan Muhammad I (kakek al Fatih) menyatakan bahwa tanah-tanah yang didapatkan melalui jihad adalah milik umum (dikelola negara), sedang hak gunanya pada pemilik sebelumnya. Maka beliau lalu melakukan sensus pertanahan (land census). Registrasi ini berjalan bagus hingga abad 17.

Jumlah dokumen di pusat arsip ini ada sekitar 1500 ton, meliputi wilayah dari Afghanistan sampai Maroko, dari Semenanjung Krim di Rusia sampai Sudan. Ini adalah bukti otentik, bahwa kekuasaan sah Daulah Khilafah Utsmaniyah adalah seluas itu.

Ada cerita bahwa setelah Republik Turki berpisah dari negeri-negeri yang semula dikuasainya, ada keluarga Turki yang mengklaim tanah warisan yang berada di Mesir. Dari Pusat Arsip ini dia dapatkan microfilm yang ternyata diterima di Pengadilan Mesir sampai mendapatkan ganti rugi beberapa juta US-Dollar.

Bukti Arkeologis Daulah Khilafah

Kemajuan peradaban Islam juga tampak dari berbagai bangunan kuno yang saat ini masih bisa disaksikan di berbagai penjuru dunia.

Cordoba sebagai ibu kota Khilafah Umayah di Spanyol, dibangun pada tahun 750 M, dan menjadi pusat peradaban hingga 1258 M. Kota tua Cordoba masih bisa kita saksikan sekarang. Sejak berdirinya, kota ini memiliki drainase yang bagus, sehingga jalan-jalan tampak bersih dan asri. Ini adalah suatu teknologi sanitasi - yang Jakarta hari ini perlu iri.

Masjid Jami’ Cordoba – yang saat ini hanya tinggal sebagai museum, memiliki arsitektur yang sangat indah, yang sekaligus memiliki fungsi akustik, sehingga meskipun saat itu belum ada alat pengeras suara elektronik, namun suara khatib bisa terdengar jelas hingga pojok-pojok masjid yang cukup besar. Tata ruang masjid juga ditambah dengan pola ventilasi yang luar biasa, yang menjamin cukupnya cahaya dan segaranya udara.

Masjid Cordoba

Interior masjid Cordoba

Tidak jauh dari masjid terdapat taman Alcazar yang sangat indah. Mengingat Andalusia dikelilingi oleh tanah-tanah yang gersang, maka keberadaan taman itu membuktikan sistem irigasi yang baik. Irigasi memang salah satu teknologi yang diwariskan Islam.

Di banyak negeri Timur Tengah, masih dijumpai kincir untuk menaikkan air yang dibangun berabad-abad yang silam – dan kincir ini masih berfungsi! Di beberapa kota gurun pasir juga masih dijumpai sistem distribusi air bawah tanah, yang disebut Qanat.

Sistem Irigasi Oanat

Sistem irigasi bawah tanah “Qanat”

Dari sekian banyak bangunan fisik berusia tua di Istanbul, yang paling menarik tentu saja adalah masjid-masjid yang indah. Ikon Istanbul adalah masjid Sultan Ahmet, yang berhadapan dengan Aya Sofia. Masjid ini dibangun abad 16 dan satu-satunya masjid yang punya enam minaret.

Ketahanan bangunan ini terhadap gempa telah teruji. Harus diingat bahwa Turki adalah wilayah pertemuan tiga lempeng tektonik, yaitu Eropa, Asia dan Afrika-Mediteran. Wilayah ini sangat sering diguncang gempa, sampai data pertanahan di sana harus terus menerus diupdate karena titik-titiknya akan selalu bergeser oleh dinamika bumi. Namun masjid-masjid di Turki yang dibangun berabad-abad yang lalu terbukti bertahan hingga kini.

Masjid Sultan Ahmed

masjid Sultan Ahmet di Istanbul

Bangunan bersejarah semacam ini berserakan di seluruh dunia di mana Islam pernah berkuasa. Di Cina juga terdapat banyak masjid berusia minimal 1000 tahun. Di India – meski sejak masa penjajahan Inggris didominasi oleh warga beragama Hindu, namun sebagian besar bangunannya berarsitektur Islam. Termasuk Tajmahal, sebuah bangunan mirip masjid yang sangat indah, padahal sebenarnya hanya makam.

Beberapa bangunan tua masih memegang fungsi seperti saat didirikan dulu, sekalipun mengalami renovasi berkali-kali. Contohnya adalah berbagai masjid dan universitas di Mesir, Damaskus atau Istanbul. Universitas Al-Azhar di Mesir faktanya adalah universitas tertua di dunia!

Bukti-bukti pengaturan masyarakat oleh Daulah Khilafah Islam

Setelah melihat bukti-bukti historis di muka, mulai timbul pertanyaan, sejauh mana masyarakat yang melahirkannya? Dengan kata lain bagaimana Daulah Khilafah Islam mengatur masyarakat sehingga bisa berprestasi seperti itu.

Sering ada spekulasi bahwa kemunduran dunia riset Islam dimulai ketika iklim kebebasan berpikir – yang sering dianggap direpresentasikan kaum mu’tazilah – berakhir, dan digantikan oleh iklim fiqh yang skripturalis dan kaku. Teori ini terbukti bertentangan dengan fakta bahwa munculnya ilmu-ilmu fiqh dan ilmu-ilmu sains dan teknologi berjalan beriringanxix. Bahkan ketika ilmu dasar ummat musim mulai kendur, teknologi mereka masih cukup tinggi untuk bertahan jauh lebih lamaxx.

Hunkexxi dan Al-Faruqixxii dengan baik melukiskan latar belakang masyarakat di khilafah Islam sehingga keberhasilan pengembangan teknologi Islam terjadi, dan ini bisa diklasifikasikan menjadi dua hal.

Pertama adalah paradigma yang berkembang di masyarakat Islam, yang akibat faktor teologis menjadikan ilmu sebagai “saudara kembar” dari iman, menuntut ilmu sebagai ibadah, salah satu jalan mengenal Allah (ma’rifatullah), dan ahli ilmu sebagai pewaris para nabi, sementara percaya tahayul adalah sebagian dari sirik. Paradigma ini menggantikan paradigma jahiliyah, atau juga paradigma di Romawi, Persia atau India kuno yang menjadikan ilmu sesuatu privilese kasta tertentu dan rahasia bagi awam. Sebaliknya, Hunke menyebut “satu bangsa pergi sekolah”, untuk menggambarkan bahwa paradigma ini begitu revolusioner sehingga terjadilah kebangkitan ilmu dan teknologi. Para konglomeratpun menjadi sangat antusias dan bangga bila berbuat sesuatu untuk peningkatan taraf ilmu pengetahuan atau pendidikan masyarakat, seperti misalnya membangun perpustakaan umum, observatorium ataupun laboratorium, lengkap dengan menggaji pakarnya.

Kedua adalah peran negara yang sangat positif dalam menyediakan stimulus-stimulus positif bagi perkembangan ilmu. Walaupun kondisi politik bisa berubah-ubah, namun sikap para penguasa muslim di masa lalu terhadap peradaban dan ilmu pengetahuan masih jauh lebih positif dibanding penguasa muslim di dunia sekarang ini. Sekolah yang disediakan negara ada di mana-mana dan bisa diakses masyarakat dengan gratis. Sekolah ini mengajarkan ilmu pengetahuan tanpa dikotomi antara ilmu agama dan teknologi yang bebas nilai.

Rasulullah pernah mengatakan “Antum a’lamu umuri dunyaakum” (Kalian lebih tahu urusan dunia kalian) – dan hadits ini jelas berkaitan dengan masalah teknologi – waktu itu teknologi penyerbukan kurma. Ini adalah dasar bahwa teknologi bersifat bebas nilai. Namun demikian, dalam pencarian ilmu, Islam memberikan sejumlah motivasi maupun guideline.

Motivasi pencarian ilmu dimulai dari hadits-hadits seperti “Mencari ilmu itu hukumnya fardhu atas muslim laki-laki dan muslim perempuan”, “Carilah ilmu dari buaian sampai liang lahad”, “Carilah ilmu, walaupun sampai ke negeri Cina”, “Orang yang belajar dan mendapatkan ilmu sama pahalanya dengan sholat sunat semalam suntuk”, dsbxxiii. Sedang guideline bisa dibagi dalam tiga kelompok sesuai pembagian dalam filsafat ilmuxxiv, yaitu dalam kelompok ontologi, epistemologi dan aksiologi.

Ontologi menyangkut masalah mengapa suatu hal perlu dipelajari atau diteliti. Qur’an memuat cukup banyak ayat-ayat yang merangsang pembacanya untuk menyelidiki alam, seperti “Apakah tidak kalian perhatikan, bagaimana unta diciptakan, atau langit ditinggikan, …” (al-Ghasiyah 17-18). Maka tidak heran bahwa di masa al-Makmun, para pelajar ilmu tafsir akan menyandingkan buku astronomi Almagest karya Ptolomeus (astronom Mesir kuno) sebagai “syarah” dari surat al-Ghasiyah tersebut.

Kaidah ushul “Ma laa yatiimul waajib illaa bihi, fahuwa wajib” (Apa yang mutlak diperlukan untuk menyempurnakan sesuatu kewajiban, hukumnya wajib pula) juga memiliki peran yang besar. Maka ketika kaum muslimin melihat bahwa untuk menyempurnakan jihad melawan adikuasa Romawi memerlukan angkatan laut yang kuat, maka mereka – berpacu dengan waktu – mempelajari teknik perkapalan, navigasi dengan astronomi maupun kompas, mesiu dsb. Dan bila untuk mempelajari ini mereka harus ke Cina yang waktu itu lebih dulu mengenal kompas atau mesiu, merekapun pergi ke sana, sekalipun menempuh perjalanan yang berat, dan harus mempelajari sejumlah bahasa asing.

Dengan ontologi syariah ini, kaum muslim di masa lalu berhasil mendudukkan skala prioritas pembelajaran dan penelitian secara tepat, sesuai dengan ahkamul khomsah (hukum yang lima: wajib-sunnah-mubah-makruh-haram) dari perbuatannyaxxv.

Torpedo Islam

ilustrasi sebuah torpedo pada manuskrip Al-Rammah, sekitar abad-14.

Epistemologi menyangkut metode bagaimana suatu ilmu dipelajari. Epistemologi Islam mengajarkan bahwa suatu ilmu harus dipelajari tanpa melanggar satu hukum syara’pun. Maka beberapa jenis eksperimen akan dilarang, karena bertentangan dengan syara’, misalnya cloning manusia. Di sisi lain, ilmu dipelajari dengan mempraktekkannya. Oleh karena itu, ilmu seperti sihir hitam (blackmagic) menjadi haram dipelajari, karena epistemologinya adalah dipelajari sambil dipraktekkan. Maka bagaimana mungkin mempelajari suatu ilmu yang praktikumnya saja akan berarti kemaksiatan.

Demikian juga dengan meramal nasib dengan melihat posisi bintang atau astrologi. Nabi sendiri sudah menggantikan posisi bintang-bintang yang didewakan dengan Tuhan Yang Esa, Penguasa alam semesta dan Pencipta langit dan bumi. “Haramlah sekarang untuk percaya pada pengaruh bintang atas nasib serta pada pemujaannya”xxvi.

Namun perlu untuk mempelajari ilmu bintang. Allah sendiri telah memerintahkan untuk mengamati langitxxvii. Dengan nama Allah maka gerakan bintang di langit dipelajari. Dengan nama Allah pulalah setiap karya ilmiah dimulaixxviii. Dan itulah, apa yang ummat Islam mendahului umat lain di dunia Barat: tingginya level pendidikan ilmiahnya, yang melindunginya dari jebakan-jebakan mistisme. Karena itu seni pentakwilan bintang atas nasib bagi bangsa Arab yang realistis sama sekali tidak memiliki kekuatan magis, seperti pengaruh buku-buku astrologi di dunia Barat. “Astrologi Arab” terutama adalah “anak manja” budaya Persia. Merekalah yang membawa seni ini ke dunia Islam.

Di sisi lain, ilmu-ilmu seperti kedokteran, fisika, namun juga ilmu sosiologi atau hukum (fiqh) menjadi tumbuh pesat karena setiap yang mempelajarinya punya gambaran yang jelas bagaimana nanti menggunakan ilmu itu. Berbeda dengan sekarang ketika banyak mahasiswa yang ada di “menara gading”, dan ketika turun ke masyarakat ternyata tidak mampu harus mulai dari mana dalam menggunakan ilmunya.

Sedang aksiologi adalah menyangkut bagaimana suatu ilmu diterapkan. Ilmu atau teknologi adalah netral, sedang akibat penggunaannya tergantung pada peradaban (hadharah) manusia atau masyarakat yang menggunakannya. Banyak hasil riset yang walaupun dibungkus dengan suatu metode statistik, namun dipakai hanya untuk membenarkan suatu model yang bias secara ideologis ataupun kepentingan tertentuxxix.

Pada masyarakat muslim penggunaan teknologi akan dibatasi oleh hukum syara’. Teknologi hanya akan digunakan untuk memanusiakan manusia, bukan memperbudaknya. Teknologi digunakan untuk menjadikan Islam rahmat seluruh alam, bukan untuk menjajah negeri-negeri lain. Dan ini terbukti! Kalau orang bicara zaman penjajahan atau kolonialisme, mereka akan menunjuk Barat sebagai pelakunya, dan tidak pernah Negara Khilafah. Oleh karena itu kebuntuan untuk mencapai kemajuan pada negeri-negeri miskinxxx – seperti yang terjadi dewasa ini di Afrika – akan bisa didobrak dengan aksiologi syariah.

i Didin Saefudin: Zaman Keemasan Islam. Rekonstruksi Sejarah Imperium Dinasi Abbasiyah. Grasindo, 2002.

ii Ini menunjukkan bahwa lingkungan (mileu) yang kondusif akan merangsang pertumbuhan anak-anak berbakat. Dewasa ini, distribusi anak-anak berbakat di mana-mana sebenarnya merata, namun mileu yang cocok untuk itu lebih banyak berada di Amerika, Eropa atau Jepang.

iii Di zaman modern, tabel astronomi ini dibuat bersama-sama oleh hampir seluruh observatorium di dunia, dan dipublikasikan secara sentral, misalnya The Astronomical Almanach yang dikeluarkan oleh International Astronomical Union (IAU). Pada masa lampau, ketika belum ada radar, radio dan navigasi satelit, tabel astronomi dan chronometer (jam teliti) adalah satu-satunya alat navigasi bagi pelaut. Sekarang ini navigasi dilakukan dengan GPS, namun satelit GPS sendiri bernavigasi secara astronomis dengan alat pelacak bintang (star-tracker).

iv Mungkin mereka mendapatkan banyak donasi riset dari kaum aghniya di Daulah Khilafah, seperti halnya dewasa ini di Amerika dari Ford Foundation atau Rockefeler.

v Mungkin seperti alat pengisi botol otomatis pada ban berjalan.

vi Bejana ini berada di suatu alat penimbang, sehingga begitu cairan dituang pada bejana dengan volume tetap, segera diketahui berat jenisnya, yang merupakan berat dibagi volume.

vii Botol dengan dua ruang di dalamnya.

viii Ini konsep dasar lampu petromax.

ix Konsep dasar pelampung pada bak mandi yang sekaligus klep untuk kerannya. Bila air penuh, keran mati sendiri.

x Alat seperti ini saat ini menjadi standar hampir pada setiap observatorium. Dengan teknik ini, maka arah teleskop bisa dibuat mengikuti gerakan bintang yang sedang diamati.

xi Al Mutawakkil berkuasa antara tahun 847-861 M

xii Tradisi ini di abad modern justru lebih banyak dilakukan oleh Belanda (untuk buku-buku kuno Indonesia) atau Amerika Serikat (untuk buku-buku kuno dari seluruh dunia). Banyak peneliti Indonesia kuno yang justru mendapatkan manuskrip kuno semacam kitab dari zaman Majapahit di museum di Belanda.

xiii Di abad modern, beberapa jenis deret bilangan, seperti deret Fibbonacci, deret Taylor dsb., banyak berguna dalam komputasi numerik fungsi-fungsi trigonometri atau mencari nilai logaritma di komputer, tapi jelas bukan untuk aktivitas sehari-hari.

xiv Ungkapan Sansekerta (India) yang dijumpai di Indonesia misalnya „Turonggo Tinitihan Sesekaring Bawono“, yang artinya adalah angka 1979.

xv Dari sebuah sumber diriwayatkan bahwa Al-Khawarizmi mendapat ide untuk menuliskan hitungan aritmetika dalam persamaan aljabar ketika ia harus menghitung masalah pembagian waris (al-Faraidl) menurut hukum Islam.

xvi Karena pertama kali dipelajari orang Barat di Andalusia.

xvii Mungkin semacam “talk-show” di zaman modern.

xviii Perbandingan frequensi nada berurutan = (ln 2)/12

xix Rachmat Taufiq Hidayat dkk: Almanak Alam Islami. Jakarta, Dunia Pustaka Jaya, 2000.

xx Ahmad Y. al-Hassan & Donald R. Hill: Islamic Technology: an illustrated History. Unesco, 1986. (Terjemahan oleh Yulian Liputo: Teknologi dalam Sejarah Islam. Bandung, Mizan, 1993).

xxi Sigrid Hunke: Allah’s Sonne ueber dem Abendland. Frankfurt, Fischer, 1990.

xxii Roji al-Faruqi: Atlas Budaya Islam.

xxiii Yusuf Qardhawi: Metode & Etika Pengembangan Ilmu Perspektif Sunnah. Bandung, Rosda, 1991.

xxiv Julius Suriasumantri: Ilmu dalam Perspektif. Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1983.

xxv Yusuf Qardhawi: Fikih Prioritas, Sebuah Kajian Baru. Jakarta, Robbani Press, 1996.

xxvi Bahkan ketika putra Nabi wafat, dan saat itu bertepatan dengan adanya gerhana, lalu kaum muslim menghubung-hubungkan peristiwa gerhana itu dengan kematian anak seorang Nabi, Nabi sendiri justru menyatakan bahwa gerhana terjadi bukan karena kelahiran atau kematian seseorang.

xxvii QS. Al-Ghasiyah [88]:17-18

xxviii Di ummat Islam sayang traidisi ini sudah lama tidak diteruskan. Basmalah cuma dituliskan pada awal tulisan agama, dan bukan pada setiap awal karya ilmiah.

xxix Darell Huff: How to Lie with Statistics. New York, W.W. Norton, 1960

xxx Franz Nuscheler: Lern- und Arbeitsbuch Entwicklungspolitik. Bonn, Verlag Neue Gesselschaft,1987.



 


bukti bukti teknologi canggih kaum silam

Category: By xvandal
Penulis bukan saya

Mafhum firman Allah: At-Taubah 009:70. Bukankah telah datang kepada mereka berita orang-orang yang terdahulu daripada mereka, iaitu kaum Nabi Nuh dan Aad dan Thamud dan kaum Nabi Ibrahim dan penduduk negeri Madyan serta negeri-negeri yang telah dibinasakan? (Semuanya) telah datang kepada mereka Rasul-rasul mereka dengan membawa keterangan yang jelas nyata, (lalu mereka mendustakannya dan Tuhan pula membinasakan mereka), Allah tidak sekali-kali menganiaya mereka tetapi merekalah yang menganiaya diri sendiri.

Jonathan Gray dalam bukunya berjudul Dead Men’s Secret ada mencatat: “Pada 17 November, 3398 SM, sejumlah 2 bilion manusia, bersama teknologi canggih mereka, pupus daripada muka bumi. Kaum hebat yang hilang ini telah mengalahkan kita dari sudut pendaratan ke bulan, komputer dan perang nuklear. Anak-cucu kaum canggih ini (yang terselamat dari taufan Nuh a.s. dengan menaiki bahtera) tersebar dari banjaran Ararat (Gunung Judi) di Armenia untuk memulakan semula tamadun yang kurang canggih dari sudut teknologi, tapi masih punya sedikit pengetahuan dari tamadun asal mereka.

Teori evolusi (ciptaan Darwin) tidak dapat bertahan bila berdepan dengan fakta ini. Bukti-bukti wujudnya bandar-bandar maju dan teknologi maju zaman silam sukar dinafikan. “Orang gua” boleh memakai baju seperti kita? Manusia tahu rahsia terbang sebelum kurun ke dua puluh? Tamadun silam telah melakukan pembedahan jantung? Tamadun silam menggunakan elektrik yang kini sudah tidak diketahui teknologinya untuk menerangi bandar-bandar mereka (fluoroscopy). Sebenarnya senarainya tidak mengenal tandus, dan ia menjurus kepada kewujudan satu tamadun hebat, dan bukti ini tidak lagi boleh dinafikan. Bukti arkeologi dan antropologi menunjukkan bahawa suatu kejadian besar telah berlaku di planet bumi di zaman silam. Suatu kejadian yang amat besar hinggakan ia telah memusnahkan hampir segala-galanya yang berada di permukaan bumi. Dari seluruh dunia, ciptaan-ciptaan silam yang dianggap “mustahil” telah muncul satu demi satu, dan sebahagiannya dari teknologi yang sama maju dengan apa yang ada pada kita sekarang ini. Hampir semua catatan kaum zaman silam menceritakan kisah yang sama, iaitu pupusnya “Zaman Emas” (Golden Age), dan bahawa satu malapetaka telah memusnahkan tamadun yang maju tersebut. Kajian masa kini mendapati bahawa catatan-catatan silam ini selaras dengan fakta yang sebenar”.

Sebuah tapak bernama Medzamor di Soviet Armenia telah dilaporkan dalam laporan saintifik yang diterbitkan pada tahun 1969. Ia adalah sebuah tapak yang menjadi bukti satu kemajuan teknologi silam yang misteri. Medzamor adalah sebuah tapak yang dipelopori oleh bijakpandai zaman silam. Mereka ini mempunyai ilmu pengetahuan tinggi dan layak dipanggil ilmu pengetahuan saintifik dan industri. Koriun Megurtchian dari Soviet Union telah menemukan sebuah kilang logam skala besar di tapak ini. Kira-kira 4,500 tahun lampau, satu kaum yang berteknologi tinggi telah menggunakan lebih 200 buah relau untuk menghasilkan berbagai pasu bunga, pisau, mata panah, cincin, gelang dan lain-lain lagi. Tukang-tukang di Medzamor memakai penutup mulut serta sarung tangan bila melakukan kerja-kerja membentuk berbagai bekas yang dibuat dari tembaga, lead, zinc, besi, emas, timah, manganese dan 14 jenis bronze. Mereka juga telah menghasilkan berbagai jenis cat metalik, seramik dan kaca. Pakatan saintis dari Soviet Union, Amerika, Britain, Perancis dan Jerman mengesahkan bahawa beberapa “tweezers” yang ditemui di sana telah dibuat dari besi (steel) bermutu tinggi dan ianya diambil dari lapisan bumi yang berusia 1,000 tahun SM.

Pada tahun 1965, seorang ahli arkeologi bernama Dragoslav Srejovic telah menemui binaan misteri di sebuah tapak yang sekarang ini dikenali sebagai Starveco, terletak di Sungai Danube, sempadan antara Yugoslavia dan Rumania. Apabila menggali tebing sungai Yogoslavia, pada mulanya Srejovic menemui sebuah jalan kaum Rom, di bawahnya pula terdapat serpihan-serpihan tembikar proto-Greek, di bawahnya lagi terdapat berbagai artifak Neolithic dan Mesolithic. Bila terus menggali, Srejovic bertemu pula sesuatu yang lebih mengejutkan, iaitu lantai simen. Lebih spesifik lagi, ianya adalah campuran batu kapur, pasir dan air. Simen ini dianggap oleh pengkaji sebagai satu kemajuan kimia dan binaan itu dianggap ribuan tahun lebih maju berbanding zamannya. Permukaan simen itu telah dibina dengan begitu teliti dan ia merupakan tapak asas binaan rumah-rumah. Srejovic mendapati bahawa tapak-tapak simen tersebut ada berlapis-lapis, menunjukkan bahawa bangunan-bangunan telah dibina dan dibina semula di situ untuk jangkamasa yang tidak diketahui. Namun terdapat satu persamaan iaitu arah rumah-rumah yang dibina kemudiannya adalah serupa dengan arah rumah yang dibina sebelumnya. Tamadun yang ada mempunyai persamaan dengan tamadun yang disangka paling awal iaitu di Timur Tengah yang hanya bermula beribu-ribu tahun setelah Starveco.

Pada tahun 1847 Henry Layard, seorang ahli arkeologi British telah menemui satu cermin optik ketika membuat penyelidikan di Nimrud, ibu negara Assyria. David Brewster seorang ahli fizik telah meneliti artifak itu dan memaklumkan pada tahun 1853 bahawa ia adalah cermin optik yang bagus buatannya. Sebenarnya terdapat 75 cermin optik seperti ini telah ditemui di kawasan-kawasan bermula dari tengah Turki membawa ke Crete hingga ke Troy.

Pada tahun 1956, sebuah kepingan kaca buatan manusia seberat 8.8 tan telah ditemui di Beth She’arim, barat-daya Galilee. Sebenarnya kaca seberat itu pun pernah dihasilkan di zaman moden, tapi amat jarang, dan jika dihasilkan pun, ia hanya untuk tujuan khas, contohnya untuk membina cermin teleskop yang amat besar. Malah telah ditemui juga dalam piramid Dahshur yang telah dibina oleh Snefru (2613-2498 SM), sebuah kepingan kaca berwarna ungu seberat 35 tan.

Kepingan tembikar (clay tablet) yang ditemui di Babylon telah mencatat mengenai ujian kehamilan. Ianya melibatkan proses memasukkan satu kapas yang berisi herba ke faraj wanita berkaitan, dan apabila dikeluarkan semula dan diletakkan larutan alum, maka kapas itu akan bertukar warna merah jika wanita itu sedang hamil. Kaum Maya di Amerika Selatan pula tahu bagaimana untuk menebuk (drill) gigi dan menampalnya menggunakan penampal logam.

Manusia telah menjahit pakaian mereka seawal 20,000 SM. Alat-alat yang mereka gunakan juga sudah ditemui. Kerja-kerja menggali tiga tapak perkuburan di Sunghir, Rusia pada tahun 1964 menunjukkan bahawa mereka yang ditanam di situ telahpun memakai topi, baju dan seluar. Kerja menggali sebuah busut zaman silam di Catal Huruk, tengah Turki telah menemukan sisa tekstil, dipercayai dari pakaian seorang gadis. Manusia yang tinggal dalam Gua Spirit di utara Thailand telahpun menanam kekacang dan sayuran lain sekitar 9,000 SM.

Teknologi melukis peta telahpun bermula sekurang-kurangnya 12,000 tahun lampau. Sebuah peta telah ditemui di Mezhirich, Ukraine pada tahun 1966 diukir di atas gading gajah purba (mammoth). Ianya berusia 10,000 SM dan ia menunjukkan sebuah sungai dengan sederetan rumah-rumah. Jag tembikar telah ditemui di Gua Ishigoya, di Honshu, Jepun. Usianya 10,000 SM. Lain-lain bekas tembikar juga ditemui di situ, dan usianya pula 11,000 SM. Boomerang adalah alat memburu yang mempunyai sifat unik dan aerodinamik, boomerang yang pertama ditemui telah berusia 21,000 tahun dan ianya ditemui di Poland, bukan di Australia.

Lampu minyak telahpun digunakan seawal 20,000 tahun lampau. Ia mungkin telah digunakan untuk menyuluh operasi pembedahan otak manusia, yang telahpun bermula pada zaman yang sama. Begitu juga penggunaan pelali (anesthetics) seperti penggunaan mandrake secara terkawal, yang akan menyebabkan pesakit tidak bergerak dan tidak merasa sakit.

Lombong tembaga (rujuk kisah Zulkarnain) zaman silam telah ditemui di Serbia, Lake Superior di California, Arkansas, New exico, Missouri, Illinois, Indiana, Georgia, New Jersey dan Ohio. Relau untuk mencairkan besi di zaman silam juga telah ditemui. Lebih menarik, manganese telah dilombong di Broken Hill, Zambia. Bukti “carbon dating” mendapati bahawa lombong ini telah berusia 28,130 tahun.

Ahli arkeologi yang menggali tapak di New Caledonia dan Isle of Pines di barat-daya Pasifik telah menemui lebih dari 400 silinder yang dibuat dari simen. Diameternya 40 hingga 75 inci, panjangnya hingga 100 inci. Silinder ini telah ditatah dengan silica dan kerikil besi. Kegunaannya tidak diketahui. Ujian karbon mendapati bahawa usianya sekitar 13,000 tahun.

Terdapat 170,000 batu saluran air bawah tanah di Iran. Terdapat pula satu tangki air di Sri Lanka yang mana keluasan permukaannya adalah sebesar Tasik Geneva. Yang terbesar dari sistem ini bernama Parakrama Samudraya atau Laut Parakrama. Ia adalah tangki air yang amat besar hinggakan biasanya ramai orang terkeliru kerana menganggapnya sebuah lautan. Pada tahun 1932 Kapten G.E.H. Wilson telah menulis mengenai satu tamadun silam di Rift Valley, Afrika Timur. Kesan-kesan tamadun ini merentangi Tanganyika, Ethiopia, Uganda, Kenya dan Utara Zimbabwe. Mereka ini ada membina terusan, sistem saliran, jalanraya dan telah juga memesongkan aliran air sebuah sungai.

Pada tahun 1940, Froelich G. Rainey dan Magnus Marks telah menggali tapak Neolithic berdekatan Ipiutak di Arctic Circle. Mereka menemui kesan 600 rumah, dan dijangka sebanyak 200 rumah lagi akan ditemui. Mereka telah menemukan sebuah metropolis zaman silam. Artifak dan kerja tangan yang ditemui di situ adalah bermutu tinggi. Mereka berpendapat bahawa manusia yang membina rumah-rumah ini bukanlah bangsa Eskimo tapi datang dari tempat lain.

Pada tahun 1988, penyelam-penyelam skuba diketuai oleh Kihachiro Aratake telah menemui struktur batu yang amat besar di dasar laut berhampiran pantai Yonaguni, barat-daya Okinawa. Struktur ini berada 75 kaki di bawah paras laut. Ianya 600 kaki panjang, 450 kaki lebar dan 90 kaki tinggi. Orang tempatan menganggap ianya adalah semulajadi. Profesor Masaki Kimura dari Universiti Ryuku, Okinawa telah meneliti struktur ini dan mendapati bahawa ianya mempunyai 5 lapisan yang jelas, dan memutuskan bahawa ia tentu telah dibina oleh manusia.

Saya boleh teruskan catatan-catatan penemuan teknologi silam ini, namun saya fikir cukuplah catatan-catatan di atas untuk berfungsi memperbetulkan persepsi kita yang mungkin menganggap manusia zaman silam itu adalah manusia “kuno”. Pada hemat saya, semuanya yang telah dicatat di atas dapat membuatkan kita merenung betapa lalainya kita dalam mengkaji makhluk yang bergelar anak-anak Adam ini. Semakin hari semakin banyaklah bukti yang akan terserlah. Itu sudah tentu.

Mari kita sama-sama renungkan mafhum firman Allah: Yusuf 012:109. Dan tiadalah Kami mengutus Rasul-rasul sebelummu (wahai Muhammad) melainkan orang-orang lelaki dari penduduk bandar, yang kami wahyukan kepada mereka. Maka mengapa orang-orang (yang tidak mahu beriman) itu tidak mengembara di muka bumi, supaya memerhatikan bagaimana akibat orang-orang kafir yang terdahulu dari mereka? Dan (ingatlah) sesungguhnya negeri akhirat lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Oleh itu, mengapa kamu (wahai manusia) tidak mahu memikirkannya?

Sama ada anak-anak Adam zaman ini mahu percaya atau tidak, hakikatnya jelas, iaitu sebenarnya tamadun sentiasa lahir dan mati, kemudian diganti dengan tamadun yang lain. Malah, apabila kita sentuh tamadun sesuatu kelompok anak Adam, ianya bermula dari bawah, kemudian tamadun itu mengalami kemajuan yang pesat, lantas sebahagian orang dalam kelompok itu menemukan teknologi yang mampu memusnahkan, dan terjadilah peperangan yang dahsyat hingga melenyapkan tamadun tersebut bersama masyarakatnya dan ilmu-ilmu yang ada pada mereka. Sebenarnya sesuatu tamadun itu musnah kerana kederhakaan mereka terhadap Allah, sepertimana yang terjadi kepada kaum Luth, penduduk Pompeii, kaum ‘Ad, kaum Tsamud dan banyak lagi. Dalam artikel ini kita fokus terhadap kemajuan teknologi yang telah terdaya dicapai oleh sesebuah tamadun silam dan mengapa manusia zaman ini sukar percaya bahawa terdapat tamadun yang amat maju teknologinya di zaman silam.

Saya berpendapat bahawa antara dua tamadun yang bersilih-ganti, terdapat satu jangkamasa (period) kemuraman teknologi dan kemuraman ini mungkin berlangsung lebih dari 1,000 tahun. Maksudnya, tamadun yang baru lahir perlu bermula dari bawah, dan ini memerlukan masa yang agak lama. Olehkerana tamadun sebelum itu telah pupus bersama umatnya, generasi tamadun yang kemudian telah kehilangan bukti-bukti kewujudan tamadun silam yang maju itu. Akibat dari kecuaian untuk mengkaji tamadun-tamadun silam dengan bersumberkan agama, anak-anak Adam yang hidup di tamadun mutakhir menganggap umat zaman dahulu berfikiran kolot serta amat mundur. Maka timbullah anggapan bahawa semakin kita menggali sejarah, makin jelaslah bahawa manusia zaman silam itu mundur, hinggalah dianggap bahawa mereka hanya menggunakan batu sebagai senjata dan peralatan-peralatan. Apabila dilakukan kajian yang lebih terperinci, barulah manusia moden tahu bahawa sebenarnya sebelum mereka telah ada tamadun berteknologi tinggi, malah teknologinya lebih canggih berbanding yang ada pada mereka. Sebahagian dari pengkaji ini tidak mahu menerima hakikat ini (akibat pengaruh teori Darwin), lantas mencari “alasan” bahawa sebenarnya teknologi canggih zaman silam itu bukan dipelopori oleh anak-anak Adam di planet bumi tapi ianya telah diajar oleh “alien” dari “outer space”. Ini semua berpunca dari kelalaian manusia itu sendiri kerana tidak mengkaji apakah yang telah diberitakan dalam kitab-kitab terutamanya Al-Qur’an.

Antara detik ketika yang amat jelas terjadinya “sempadan waktu antara dua tamadun” ialah ketika berlakunya taufan atau banjir besar Nuh a.s. Dan jangan lupa, besar kemungkinan juga telah berlaku sekali lagi pemisahan tamadun ini apabila Zulkarnain membina tembok yang memisahkan kaum Yakjuj dan Makjuj dari penghuni atas muka bumi.

Bagi kes pertama, iaitu wujudnya “sempadan waktu antara dua tamadun” ketika berlakunya taufan Nuh a.s. kita dapat saksikan sekarang bagaimana manusia moden tidak dapat menjelaskan berbagai misteri di sebalik berbagai penemuan berkaitan teknologi silam. Contohnya, manusia moden tidak tahu mengapa dan bagaimana piramid dibina. Mereka juga jadi hairan bila menemukan berbagai lukisan atau artifak yang berbentuk pesawat-pesawat terbang dalam gua-gua yang diyakini tidak pernah didatangi apatah lagi dihuni oleh manusia moden. Mereka hairan lagi bila menemukan bangunan-bangunan teguh lagi canggih yang telah tenggelam di dasar-dasar laut. Bahkan mereka hairan bagaimanakah umat terdahulu membina tembok-tembok batu dengan memotong batu-batu besar sebegitu jitu, dan bagaimanakah batu-batu itu dilekatkan antara satu sama lain. Sebahagian pengkaji mengambil jalan mudah dengan memberi alasan bahawa itu adalah “teknologi dari angkasa lepas”.

Bagi kes kedua, iaitu terbinanya tembok pemisahan tamadun antara kaum Yakjuj Makjuj dan anak-anak Adam yang berada di atas muka bumi, ianya berlaku mungkin sekitar 1,000 hingga 2,000 tahun setelah taufan Nuh a.s. Pada hemat saya, bagi kes pertama, mungkin kesemua umat silam berteknologi tinggi itu telah pupus kerana banjir Nuh a.s. telah menenggelamkan kesemua daratan dan “mungkin” juga mana-mana tempat kediaman di bawah bumi. Saya catat “mungkin” setelah mengambilkira berita mengenai “dabbatul ‘ard” iaitu binatang-binatang besar (sebagaimana dinosaur) yang akan muncul ke permukaan bumi di akhir zaman. Mungkin tidak meleset jika saya catat di sini bahawa dalam kes kedua ini, ada sebilangan kecil dari kaum Yakjuj dan Makjuj ini yang sekali-sekala datang ke permukaan bumi melalui jalan-jalan yang masih tidak diketahui oleh kita semua. Tapi mereka ini datang ke permukaan bumi hanya dalam tempoh yang singkat untuk tujuan tertentu, contohnya untuk mencuri sesuatu, atau menculik haiwan atau manusia, dan beberapa tujuan lain yang tidak kita ketahui. Tapi di manakah lubang-lubang tempat keluar-masuk kaum Yakjuj dan Makjuj ini? Sudah pasti bahawa lubang utama tempat mereka datang ke permukaan bumi telah ditembok oleh Zulkarnain. Namun mereka mungkin punya lubang-lubang lain untuk keluar, dan ini hanya diketahui oleh segelintir dari mereka. Mungkin yang segelintir ini adalah dari golongan yang paling maju teknologinya berbanding yang lain, dan mereka mempunyai pesawat-pesawat terbang yang canggih.

Ada juga pendapat yang menyatakan mungkin kaum Yakjuj dan Makjuj ini telah dikepung dengan tembok dan mereka sebenarnya berada di dimensi lain, bukan di alam nyata. Saya berpendapat bahawa mereka ini adalah makhluk alam nyata, dan kaum Yakjuj dan Makjuj adalah anak Adam a.s., bukan dari golongan jin. Mereka hidup beranak-pinak sebagaimana anak-anak Adam di permukaan bumi, tapi mungkin rupa mereka agak berlainan kerana beberapa faktor. Pertama kerana makanan yang mereka makan adalah terdiri dari haiwan atau tumbuhan yang kurang mendapat cahaya matahari. Kedua kerana faktor oksigen dan kandungan galian yang terdapat pada air yang ada di bawah bumi. Andai ditemui makhluk yang botak, atau tiada berbulu roma, matanya agak besar, kulitnya agak kehijauan, maka ada kemungkinan mereka ini datang dari satu tempat yang jarang terdedah kepada cahaya matahari dan mungkin inilah gambaran kaum Yakjuj dan Makjuj yang masih menjadi misteri hingga ke saat artikel ini ditulis. Telah banyak laporan (sama ada benar atau tidak, sukar untuk ditentukan) terserempaknya anak-anak Adam di atas muka bumi ini dengan makhluk yang seperti itu (digelar Grey). Mereka ini didakwa datang menaiki pesawat-pesawat terbang. Pesawat-pesawat terbang ini (kebanyakannya berbentuk piring terbang atau curut) biasanya dilihat berlegar-legar di sekitar empangan air, sungai atau laut, dan ianya boleh terbang dengan amat laju. Ada yang melihatnya masuk ke dalam laut, dan muncul dari dalam laut. Ini semua perlukan kajian yang selanjutnya dari pakar-pakar.

Apa pun rupa kaum Yakjuj dan Makjuj tidaklah sepenting hakikat bahawa mereka ini benar-benar wujud. Malah, hampir pasti bahawa mereka inilah yang selama ini didakwa oleh Barat sebagai “extra-terresterials” atau makhluk dari angkasa lepas jika benar kisah-kisah “close-encounters” ini berlaku. Apa yang mereka makan ketika berada di bawah tanah juga bukan persoalan yang boleh menyebabkan kita menjadi golongan skeptik. Ini kerana dalam bumi sendiri terdapat cukup banyak makanan yang boleh dimakan. Cacing, sebagai contoh, adalah salah satu makanan yang dianggap berkhasiat untuk manusia, dan ia telah dicatat dalam kitab-kitab lama. Cuma kita sebagai Muslim di atas muka bumi mempunyai pilihan makanan-makanan yang jauh lebih menyelerakan dan suci, bukan semata-mata bersih.

Besar kemungkinan bahawa kaum Yakjuj dan Makjuj adalah saki-baki keturunan anak Adam yang masih mewarisi sebahagian besar dari teknologi tamadun maju sebelum berlakunya taufan Nuh a.s. Dengan menggunakan teknologi-teknologi tersebut mereka telah melakukan banyak kerosakan di muka bumi pada zaman silam dan mereka masih membangunkan teknologi hingga ke saat ini. Untuk memahaminya kita boleh kiaskan dengan apa yang kita lihat dilakukan oleh Amerika pada waktu sekarang. Mungkin inilah gambaran yang dilakukan oleh kaum Yakjuj dan Makjuj ke atas kaum yang meminta pertolongan dari Zulkarnain agar dibina tembok pemisah tersebut. Kini kaum Yakjuj dan Makjuj mungkin masih melakukan kerosakan di bawah bumi, cuma kita mungkin tidak tahu bahawa mereka yang menyebabkan berlakunya sesetengah gempa bumi dan tsunami di permukaan bumi akibat ledakan bom atau ujian-ujian senjata yang mereka lakukan di bawah sana.

Untuk renungan bersama: Yunus 010:13. Dan sesungguhnya Kami telah membinasakan umat-umat yang terdahulu daripada kamu semasa mereka berlaku zalim padahal telah datang kepada mereka Rasul-rasul mereka membawa keterangan-keterangan dan mereka masih juga tidak beriman. Demikianlah Kami membalas kaum yang melakukan kesalahan.

Wallahua’lam.





 


Amazon